Selasa, 29 Januari 2013

Tentang Membeli dan Merawat


Yang Membeli dan Yang Merawat
Untuk Adik-adikku, para pengiring pengantinku:
UnyiL tersayang, Dora, Ratih, Hesti (bacaan buat besok kalo Hesti gede aja yaa..), Windu, dan Adik Laki-laki yang juga suka Totto Chan, mendukungku membuat sekolah seperti Tomoe Gakuen..

Ada dua tipe manusia di dunia ini… Tentang membeli, dan merawat…
Mungkin ada yang dapat melakukan keduanya, tetapi tetap saja ada kecenderungan pada salah satunya. Tetap salah satu. Juga tentang laki-laki. Ada yang mampu membeli tanpa dapat merawat, dan hanya mampu merawat tanpa mampu membeli. Contohnya yang paling mudah adalah baju berwarna putih. Ada yang mampu membeli baju putih tanpa dapat merawatnya, sehingga kondisi baju tersebut semakin jauh dari baik ketika setelah dipakai tidak dicuci dan dirawat sebaik-baiknya, hanya asal saja. Pasti cepat kumal, bukan? Sedangkan yang mampu merawat, dia tak akan menyia-nyiakan apa yang dimilikinya, meskipun itu pemberian orang lain. Untuk dapat dan mau merawat, dia tidak harus menunggu untuk dapat membelinya. Semua dilakukan dengan tulus, tidak menyepelekan dengan kata-kata “Ah, punya uang, kok… Masih  bisa beli lagi.” Kasihan bajunya, bukan? Itu baru baju… Belum hal lain, termasuk para wanita yang “dibeli” dengan mahar.

Adik-adikku…
Pertimbangkan tentang cinta yang datang padamu. Pertimbangkan juga pada siapa cinta akan kamu persembahkan. Cinta sejati kadang bukan jodohmu, dimana cinta sejati itu hanya tahu memberi, mampu memberi lebih dari apa yang diminta, dapat mengusahakan segala di luar kemampuanmu karena kamu punya kekuatan untuk cinta itu.

Adik-adikku…
Pertimbangkan juga doa yang kamu panjatkan untuk memohon kepada Tuhan, permohonan akan jodohmu. Jodoh kadang bukan cinta sejatimu. Kamu akan belajar lebih banyak, berjuang lebih keras, berusaha sekuat tenaga untuk menyesuaikan diri menghadapi hari-hari bersama jodohmu. Banyak hal-hal tak terduga yang kadang terlalu indah, dan kadang terlalu menyakitkan untuk kalian alami. Seperti dalam film Hachiko, ingatlah kata-kata Richard Gere: “Kamu mencintainya? Ingatlah itu pada hari-hari yang tidak bersahabat.”
Jika cinta sejati hanya tahu memberi, dan jodohmu dari Tuhan ternyata jauh berbeda dari apa yang kamu impikan, ingatlah selalu bahwa Tuhan selalu memberi kejutan yang manis di waktu yang tepat bagiNya. Berdoalah, bahwa jodohmu adalah cinta sejatimu, dan cinta sejatimu yang selama ini mengiringi hidupmu akan menjadi jodohmu.

Tentang Membeli dan Merawat…
Adik-adikku…
Lelaki yang dapat membeli, belum tentu bisa merawat. Tetapi yang mampu merawat, belum tentu mampu membeli. Jika dia merasa hidup ini dapat dibereskan dengan uang, maka dia merasa mampu membeli apapun yang dia inginkan. Termasuk kebahagiaan, cinta, dan keikhlasan. Jika “Ah gampang… Besok bisa beli lagi…” selalu menjadi kata kunci, mungkin dia tak memikirkan kondisi yang terjadi esok. Keadaan seseorang naik turun, dan mungkin saja saat membutuhkan, saat itu tidak ada kemampuan membeli. Hati-hati, adik-adikku…
Pertahankan apa yang sudah menjadi niat di hatimu. Sebelum mereka menyerahkan mahar pada walimu, pertimbangkan baik-baik apakah dia laki-laki yang hanya dapat membeli, atau laki-laki yang mampu merawat. Utama, laki-laki yang mamou merawat adalah laki-laki yang mampu berdiri sendiri, dengan pola pikirnya sendiri, berjiwa bebas, objektif, dan tidak mudah terhasut apapun dalam mengambil keputusan. Dia tidak mengedepankan ego laki-lakinya, tetapi mempertimbangkan kebahagiaan wanita yang dicintainya. Dia bisa menjadi penengah yang baik antara dua keluarga. Dia tidak pernah berkata, “Menurutlah padaku karena aku laki-laki!” tetapi dia menunjukkan sikap tulusnya sehingga tanpa diminta pun, pendamping hidupnya akan selalu menghargainya.

Adik-adikku…
Ingatlah bahwa selalu dituruti tanpa dicintai itu membosankan. Selalu ditakuti tanpa dikasihi itu menjenuhkan. Selalu disanjung tanpa disayangi itu menjemukan. Selalu dihargai tanpa dimengerti sama saja menderitanya. Hidup bersama itu penuh dengan kata “saling”, sedangkan ada tiga hal yang tidak dapat kita minta dari orang lain, meski dari pasangan hidupmu sendiri. Tiga hal itu adalah RESPEK, MAAF, DAN TERIMA KASIH. Ketiganya hanya dapat kita peroleh jika kita melakukan suatu tindakan nyata, tindakan tulus, tanpa pamrih. Aku yakin, mungkin itu selalu kalian berikan pada seseorang yang tanpa kamu sadari adalah cinta sejatimu. Dan jika cinta sejatimu ternyata bukan jodohmu, tetaplah perlakukan dia sebagai cinta sejatimu yang penuh kejutan. Yang memberikan cinta padamu dengan caranya sendiri.

Adik-adikku…
Untuk dapat melewati masa-masa sulit dimana cinta dan kesetiaan antara kamu dan jodohmu diuji, kalian hanya cukup mengingat masa-masa pengejaran kalian, saat belum memiliki, saat merasakan deg-degan ketika melihat ‘si dia’ tanpa sengaja, saat dia menyatakan cinta, dan saat kalian bergandengan tangan pertama, dan saat kamu mendapatkan pelukan yang pertama kalinya. Tetaplah ingat bahwa kadang bentuk cinta yang kamu terima berbeda dengan yang kamu inginkan. Jangan kecewa atau marah, bagaimanapun Tuhan selalu mencintai tanpa syarat. Anggap saja itu kejutan dari Tuhan. Rawatlah cintamu sebaik-baiknya, karena hanya itu yang bisa kamu lakukan. Kamu tak akan bisa membeli cinta. Dan tentang membeli dan merawat, pertimbangkan pendamping hidupmu. Pastikan dia orang yang dapat merawat cinta kalian. Bukan lagi mencari menang antara ‘aku’ atau ‘kamu’, tetapi ‘kita’. Dalam hatinya berniat, “Kita akan memenangkannya bersama.”

Adik-adikku…
Selamat menanti jodoh… Semoga dia adalah cinta sejatimu, dan mampu merawat cinta kalian. Amin.


Minggu, 28 Februari 2010

Wah, cincin yang kupakai ini benar-benar punya perasaan...!!!

Penasaran juga si, sekarang dia ada di mana, dengan siapa, dan sedang berbuat apa???!!! Masak dia ngilang waktu aku punya pikiran untuk menujualnya?

btw, kukuku cakep ya???

MENCINTAI TANPA SYARAT

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan pak suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Pak kami ingin sekali merawat ibu semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak..... bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" .
dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".
Pak suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."
Anak2ku .... Jikalau pernikahan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah......tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian..
sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini.
kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."
Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..
Sampailah akhirnya pak suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2..
disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah pak Suyatno bercerita.
"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya,dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..
Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama.. dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

dari milis motivasi

Kisah Sekeping Talenta Emas

Lelaki berjanggut panjang keperakan itu memang memancarkan kewibawaan yang besar. Ia tampak duduk tenang dengan mata terpejam. Tangan kirinya terlihat menggenggam sebuah tongkat kayu bersisik berwarna coklat kehitaman. Dihadapan lelaki berjubah putih itu, sekumpulan orang-orang yang membentuk setengah lingkaran, duduk berkeliling. Mereka semua tampak menundukkan kepala.

Azarya, sang guru nan bijaksana, pengajar para raja dan pejabat istana, kembali mengumpulkan murid-muridnya. Tetapi tidak seperti hari-hari yang lain, dimana mereka biasa berkumpul di pinggir sungai, bukit atau pelataran istana. Hari ini mereka berkumpul dekat sebuah kandang ternak. Tidak ada seorang pun yang tahu rencana hati Azarya. Diantara lenguhan dan bau ternak, guru dan murid itu, terdiam dengan penuh hikmat.

Perlahan-lahan sang guru mengangkat tangannya. Satu keping talenta emas tampak di terjepit diantara ibu jari dan telunjuk beliau. Benda itu terlihat semakin berkilau ditimpa cahaya matahari. Para murid bergumam tidak mengerti.

“Anak-anak ku”, sang guru pun mulai bersabda, ”Siapakah dari antara kalian yang menginginkan benda ini, jika saja aku mau memberikannya ?”.

Kini semua mata memandang kearah ujung jari Azarya. Sekeping talenta emas. Nilainya setara dengan bayaran seratus hari kerja orang upahan. Sama sekali bukan jumlah yang sedikit. Serta merta belasan orang dalam kumpulan itu mengangkat tangannya. “Saya guru…saya guru …!!”, seru mereka.

Sesaat Azarya tersenyum mengelus janggut nya. “Hanya orang yang telah kehilangan akal sehatnya yang akan menolak pemberian satu keping talenta emas ini”, lanjut nya sambil menurunkan tangan.

Kemudian tangan kiri Azarya bergerak mengambil sebuah mangkuk kecil didepannya. Cairan kermizi yang berwarna merah pekat tampak mengisi separuh mangkuk itu. Perlahan-lahan keping emas itu dicelupkannya ke dalam mangkuk, hingga beberapa saat.

“Masihkah kalian menginginkan benda ini ?”, tanya Azarya sambil kembali mengacungkan keping emas yang telah berubah warna itu.
“Tentu, guru !”, jawab para murid serempak.
Azarya memandangi kepingan berwarna merah pekat di tangan nya, tiba-tiba ia membuang keping emas itu kepermukaan tanah sepelempar batu jauhnya. Beberapa muridnya terlihat menggeser tempat duduknya menjauh.

“Kau !”, tunjuk sang guru ke arah salah satu muridnya,”Tampillah ke muka”. Orang yang ditunjuk segera menaati perintah gurunya.

”Ludahi keping emas itu !”, perintah sang guru.

Murid itu tampak ragu, ia memandang bergantian ke arah keping emas itu dan guru nya memastikan apa yang didengarnya.

”Lakukan apa yang ku perintahkan”, kata Azarya sambil tersenyum.
Segera setelah muridnya meludahi keping emas itu, Azarya kembali bertanya, “Masihkah kalian menginginkan talenta itu ?”.
“Tentu saja guru”, kembali terdengar jawaban dari arah para murid.

“Jika demikian baiklah, kau bertiga ludahi lagi dan injak-injak keping emas itu !!”, perintah Azarya.

Ketiga orang itu pun melakukan persis seperti yang gurunya perintahkan. Sekarang eping emas itu telah berubah rupa. Permukaannya yang tadinya berkilau kini tak lebih merupakan benda kotor yang sangat menjijikkan. Azarya berdiri, mengibaskan jubahnya, kemudian berjalan menghampiri keping emas itu. Sesaat ia memandangi benda itu, kemudian ikut meludahinya.

“Anak-anakku, lihatlah benda yang menjijikkan itu.”, kata Azarya sambil memandangi wajah-wajah mereka,”Masihkah ada seseorang diantara kalian yang menginginkannya ?”.

Murid-murid saling berpandangan satu sama lain, beberapa diantara mereka tampak mengangguk-angguk. “Tentu Guru kami semua masih menginginkannya” , jawab mereka serempak. Mendengar jawaban para murid, Azarya mengambil sebuah capit dari kayu. Ia memungut benda itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

“Kini dengarkanlah anak-anakku”, sang guru pun bersabda,”kalian dan siapa pun akan tetap menginginkan keping emas itu, karena apapun keadaan yang mata kalian lihat, sekeping talenta emas, tetaplah sekeping talenta emas !”

Murid-muridnya terlihat saling berpandangan, sebagian dari mereka tampak mengangguk-angguk membenarkan perkataan sang guru.

“Serupa dengan keping talenta emas ini”, Azarya melanjutkan,” diri kalian pun, senista, secacat, sehina apapun, tetaplah mulia dan berharga. Kemiskinan, kecacatan, keadaan terkeji sekalipun tidaklah sanggup mengubah nilai seorang manusia. Manusia telah diciptakan demikian mulia !”
Azarya memandangi murid-murid nya lekat-lekat, setelah itu ia berjalan ke arah kandang ternak yang berada tak jauh dari mereka. Murid-muridnya segera bangkit, mengikuti guru mereka dari belakang.

“Seperti apa yang ku janjikan kepada kalian.”, kata Azarya sambil menoleh,”Aku akan memberikan keping talenta emas ini kepada siapa pun yang mengingingkannya. “

Mata murid-murid Azarya tampak berbinar.

”Ambilah !”.

Dengan satu gerakan, Azarya melemparkan keping emas itu ke dalam tumpukan kotoran ternak yang tampak menggunung. Segera saja keping talenta emas itu membenam tak terlihat.

Belum lagi Azarya menjauh dari tempat itu, murid-muridnya yang berjumlah belasan itu merangsek masuk ke dalam kandang. Mereka saling mendorong, berdesakan, saling himpit. Tidak sedikit dari mereka yang terinjak-injak oleh temannya sendiri Beberapa orang malah terlihat bergulat diantara kotoran ternak. Yang lain terlihat saling tinju dan saling hantam. Bak dihajar angin puting beliung, serta merta kandang yang semula aman damai itu jadi begitu berantakan. Lembu, kambing, domba berlarian keluar. Pagar kayu dan dinding kandang rusak berat.

Azarya sesaat membiarkan kerusuhan itu terjadi, hingga ia merasa waktunya cukup.
“Hentikan !”, seru sang guru.

Dan perkelahian itu pun serta merta berhenti.

“Rupanya kalian belum juga mengerti. Barangsiapa bertelinga hendaklah mendengar ! Camkanlah apa yang ku katakan kepadamu hari ini dan belajarlah darinya.”
Azarya segera menghampiri murid-muridnya yang berlumuran kotoran hewan.

”Sang Khalik, Pencipta kita, mengerti benar betapa berharga diri kita, manusia-manusia ini. Begitu juga dengan iblis-iblis jahat penghuni kegelapan, mereka juga tahu persis betapa mulianya kita. Satu-satunya yang sering tidak mengerti akan tingginya harga itu adalah kita, manusia itu sendiri. Manusia sering tidak mengetahui betapa mulianya ia dicipta. Bahkan tidak jarang, karena kebodohannya, manusia menukar kemuliannya dengan sesuatu yang sama sekali tidak berharga.”

Azarya melemparkanpandanga nnya kearah tumpukan kotoran hewan didekatnya, lalu meneruskan perkataannya. “Jadi mulai saat ini, jangan biarkan apapun, siapapun, bahkan hidup ini, mendustai kalian, dan membuat kalian seolah-olah sesuatu yang tidak berharga.”

Sang Guru menarik nafas panjang, lalu berteriak lantang, ” Karena kalian jauh lebih mulia dari ribuan keping telenta emas !!”. (***)


ditulis oleh : Made Teddy Artiana, S. Kom
dari milis motivasi

Selasa, 01 Desember 2009




Iyya, to...????? Kamu juga pengen nonton gak? Kalo sama UnyiL bisa jadi teman heboh niiiiyyyy!!!
Pengen nonton DRUPADI...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Selasa, 04 Agustus 2009


Lukman Sardi, Akhirnya Jadi Tentara


Jika ada polling tentang siapa aktor yang paling berbakat di Indonesia saat ini, mungkin salah satunya yang akan mencuat nama Lukman Sardi. Bagaimana tidak, dalam rentang waktu 2005 sampai 2009 sudah 15 judul film yang dibintanginya.

Perannya pun bukanlah hanya peran ecek-ecek. Anak dari pemain biola terkenal Idris Sardi ini selalu memainkan peran yang berbeda dan terkesan sulit untuk dilakonkan. Misalnya saja, ia pernah bermain sebagai seorang demonstran, gangster, gay, suami yang hobi poligami, supir bajaj, calo kawin kontrak, dan juga gigolo. Bahkan tahun ini Lukman bermain menjadi seorang pejuang, dalam film trilogi perang pertama di Indonesia, Merah Putih.


Tapi sebenarnya tidak banyak yang mengetahui kalau karir akting Lukman Sardi dimulai jauh sebelum era perfilman Indonesia bangkit di tahun 2000-an. Sejak berumur 5 tahun, ia sudah berlakon dalam film garapan Wim Umboh berjudul Pengemis dan Tukang Becak. Di film pertamanya saja, Lukman sudah disandingkan dengan nama besar Christine Hakim, Alan Suryaningrat, Ully Artha, Dicky Zulkarnaen, Chris Steven, Henry Susanto, serta sang kakak Ajeng Triani Sardi.

Karirnya sebagai aktor cilik pun sukses menghasilkan 8 judul film, antara lain Kembang-Kembang Plastik, Pengemis dan Tukang Becak, Anak-anak Tak Beribu, Gema Hati Bernyanyi, Laki-Laki Dalam Pelukan, Bermain Drama, Beningnya Hati Seorang Gadis, serta Cubit-Cubitan.

Memasuki bangku SMA, Lukman terpaksa berhenti berakting demi berkonsentrasi pada sekolahnya. Setelah lulus sebagai Sarjana Hukum dari Universitas Trisakti, ternyata ia tidak juga menggunakan gelarnya untuk mencari nafkah, justru ia beralih profesi menjadi sales asuransi serta mendirikan sebuah playgroup.

Garis hidup dan takdir memang bukanlah ditetapkan oleh manusia. Sebuah sinetron berjudul Cinta Yang Kumau, mengembalikan Lukman Sardi kepada takdir yang mungkin memang disediakan untuknya. Dan lewat perannya dalam film Gie, Lukman bisa kembali ke dunia layar lebar yang dulu pernah membesarkannya.


Selanjutnya yang bisa kita saksikan adalah bagaimana dengan cemerlangnya Lukman memainkan peran-peran dalam 15 film tersebut. Tidak jarang ia juga menuai banyak pujian dari para kritikus film dan meraih berbagai penghargaan seperti nominasi Pemeran Pendukung Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia 2005 di Jakarta, The Best Actor pada Bali International Film Festival tahun 2006, nominasi untuk Most Favourite Actor - MTV Indonesia Movie Award 2006, nominasi Pemeran Utama Pria Terbaik - Festival Film Indonesia 2006 di Jakarta untuk Piala Vidia, dan juga Pemeran Utama Pria Film Terpuji di Festival Film Bandung 2006.


Meskipun telah mendapat pengakuan di industri perfilman, ternyata menjadi seorang aktor bukanlah cita-cita Lukman yang sebenarnya. Semasa SMA, Lukman justru bercita-cita menjadi seorang tentara. Untungnya cita-cita itu sekarang bisa ia nikmati lewat dunia seni peran kecintaannya. “Enaknya jadi aktor, kita bisa merasakan menjadi siapapun, seperti menjadi tentara yang merupakan cita-citaku, bisa aku rasakan diperanku dalam Film Merah Putih," papar Lukman. (Ind)
dari www.21cineplex.com

Pengikut